Monggo moco

Rabu, 16 Februari 2011

KISAH CEMERLANG CUCU PENDIRI 7-ELEVEN


Di tengah sorotan publik karena nama besar keluarganya, dia berhasil menunjukkan dirinya adalah entrepreneur jempolan. Ini kisahnya:
AMBIT Energy. Nama itu pastinya bukan nama perusahaan yang populer dibanding raksasa macam Exxon atau Shell yang telah menjadi ikon bisnis energi. Namun, nama itu kini kian menjulang setelah menduduki nomor wahid peringkat Inc 500 tahun 2010. Ini adalah daftar the fastest growing private companies. Perusahaan-perusahaan yang tumbuh sangat cepat di negeri Abang Sam.
Berbasis di Dallas, Ambit memang tumbuh mengesankan. Tilik saja data berikut: pendapatannya mencapai US$ 325 juta di tahun 2009, naik dari US$ 1,6 juta di tahun 2006. Itu berarti, peningkatan lebih dari 20.000% selama 3 tahun! Tak heran ia ditahbiskan menjadi peringkat wahid. Pertanyaannya sekarang: bagaimana Ambit bisa tumbuh secepat itu?
Sebenarnya bukan hanya itu pertanyaan yang meluncur. Publik pun menyoroti sang pembesut, Jere Thompson Jr. yang merupakan cucu pebisnis legendaris, Joe Thompson, pendiri 7-Eleven di tahun 1927. Maklum, menjadi keturunan orang terkenal seringkali menyebalkan. Masyarakat kadang membanding-bandingkan. Ada yang kuat menghadapinya, tapi banyak juga yang terjungkal karena beban mental yang ditanggungnya. Jere Thompson tergolong mereka yang bukan hanya bertahan terhadap tekanan mental, tapi mampu menjawab tantangan dengan mengesankan.
Kuncinya ada pada orang,” jelas Thompson. “Really, ini seperti tim bola basket. Anda harus bisa mendapatkan dan menempatkan lima pemain di posisinya masing-masing,” lanjutnya.
Bagi yang tak mengetahui duduk perkaranya, pernyataan itu sepertinya klise. Tapi, Ambit memang berbasis pada sumber daya manusia yang andal. Dan itu dimulai ketika Thompson mencari jati diri dan bisnis yang tepat.
Thompson tumbuh di keluarga pebisnis, dikelilingi truk-truk es, dan di tengah pusat distribusi untuk 7Eleven. Ayahnya mendidik dia dan saudara-saudara kandungnya dengan keras dan disiplin. Dia dibayar US$ 3 sen saat berusia 7 tahun untuk membantu bisnis keluarga.
Setelah lulus MBA dari University of Texas, Thompson bergabung dengan bisnis investasi milik keluarga besarnya. Mereka berinvestasi di sejumlah perusahaan. Meski menantang, sejak awal, dia menyadari lebih tertarik pada aspek operasional ketimbang investasi. Karena itulah, dia mulai berbisnis sendiri dengan mendirikan jaringan toko Blockbuster.
Ketertarikannya pada teknologi fiber optic, mengantarnya pada dimensi baru. Dia mengetahui, teknologi ini akan menghubungkan satu rumah dengan rumah lain, dan para penghuninya bisa mengunduh data dengan kecepatan besar. Semakin dia memperdalam, semakin dia merasa ini merupakan hal yang benar-benar menarik.
Satu waktu, saat mempelajari teknologi baru ini, Thompson mengunjungi Texas bagian selatan dekat perbatasan Meksiko. Dengan melihat banyaknya trafik telepon jarak jauh antara AS-Mesiko, dia pun melihat sebuah peluang untuk membangun bisnis kabel serat optik. Dia segera menghubungi 3 perusahaan telekomunikasi, AT&T, Sprint, dan MCI. Kerjasama ditawarkannya. Maka berkibarlah CapRock Fiber Network yang membangun kabel serat optik bagi perusahaan telekomunikasi.
Thompson berada di tempat dan waktu yang tepat. Perusahaan serat optik ini tumbuh cepat, dari nol menjadi 1300 karyawan. Pada tahun 1998, CapRock ini merger dengan IWL Communications dan go public. Tapi dua tahun kemudian (2000), Thompson menjual perusahaannya ke McLeodUSA, yang merupakan pesaingnya di Texas.
Cucu Joe Thompson ini rupanya melihat peluang besar dari kebijakan pemerintah negara bagian Texas yang menderegulasi pasar listrik menjadi tiga jenis: pembangkit listrik, perusahaan transmisi dan distribusi, serta penyedia listrik ritel yang membeli energi di harga grosir, dan menjualnya ke pasar ritel. Perusahaan ini disebut dengan istilah REP. Tak seperti dua jenis perusahaan yang lain, REP tidak membangkitkan dan mendistribusikan listik, mereka hanya mendapatkan pelanggan dan menarik bayaran untuk penggunaan listrik. Keuntungan REP akan bergantung pada selisih biaya dan harga yang dibandrol. Maka berdirilah Ambit Energy, perusahaan listrik ritel.
Sejak awal, Thompson memfokuskan Ambit pada pasar residensial. Dia sendiri menjadi pelanggan yang pertama. yang kedua adalah orang tuanya. Awalnya tak mudah. Sebab, orang harus berpindah sistem kelistrikan, dengan berlangganan ke Ambit.
Menghadapi tantangan yang ada, Thompson mengaku belajar banyak saat bisnis telekomunikasi. Di pasar sambungan telepon jarak jauh, perusahaan yang ingin sukses harus ditopang sistem yang bisa menangani aktivitas kastemer. Sebagai perusahaan yang tidak membangkitkan dan mentransmisi listrik, maka tumpuan kesuksesan Ambit terletak pada data. Dengan demikian, Ambit sejatinya adalah data-processing company, bukan sekedar penjual listrik eceran. Dan di sinilah Thompson mengakui pentingnya SDM yang andal sebagai kunci sukses perusahaannya.
John Burke, salah satunya. Diposisikan sebagai CIO, Burke meyakinkan Thompson untuk membangun sistem yang mendukung model bisnis Ambit. Sebagai perusahaan pengecer listrik ke kalangan residensial, model bisnis Ambit adalah: switching, billing, collections, dan customer care.
Burke mendorong Thompson untuk memperkuat sistem. Maka jutaan dolar pun dibenamkan untuk investasi teknologi yang memungkinkan perusahaan melakukan proses dari penggunaan listrik di perumahan hingga ke sistem pembayaran setiap bulannya. Burke meyakinkan Thompson bahwa semakin canggih dalam mengotomasi, maka proses bisnis akan berjalan semakin baik. Tak mengherankan jika kantor Ambit tak ubahnya perpustakaan: sepi. Hanya terdengar suara dari ruangan komputer. “Kami meluangkan satu tahun untuk membangun sistem. Kami ingin meyakini sistem back-office ini bekerja baik,” jelas Thompson. “Sebab kami tahu, kami harus bisa menciptakan sistem yang bisa memroses 10-10.000 permintaan setiap hari,” dia melanjutkan.
Orang kedua yang menopang sukses Ambit adalah Chris Chambless, yang diposisikan menjadi CMO. Chris sebelumnya bekerja di Excel Telecommunications, yang bergerak di pelayanan sambungan telekomunikasi jarak jauh. Untuk menjalankan model bisnisnya, Excel menggunakan direct sales. Dan mereka sukses: tumbuh dari penjualan US$ 30 juta menjadi US$ 1,5 miliar dalam waktu lima tahun.
Chris membawa model ini ke Ambit. Dia mengingatkan Thompson bahwa Ambit harus piawai dalam mengakuisisi pelanggan baru dengan tarif yang lebih murah. Kuncinya adalah direct sales. Maka independent sales consultants pun direkrut. Seiring bisnis yang terus mendapat kepercayaan publik, jumlah independent sales consultants telah melebihi 70 ribu orang.
Saya bawa mereka (Chris dan Burke) karena pengalamannya. Anda tahu, success breeds success. Ketika Anda menarik eksekutif senior yang sukses, mereka akan bisa menarik orang-orang terbaik,” katanya. Kedua orang ini memang berpengaruh dalam menarik tenaga-tenaga andal untuk bergabung ke Ambit. Ini sesuatu yang tidak mudah. “Karena Ambit masih start-up, berbeda dengan mereka yang sudah lebih dulu tumbuh dan stabil. Yang saya tawarkan adalah masa depan,” sambung Thompson.
Jika pemrosesan data sangat vital dalam urusan switching hingga billing, maka independent sales consultants amatlah signifikan dalam urusan mengelola kastemer. Untuk urusan ini, Thompson menelpon temannya di Mary Kay, perusahaan kosmetik direct sales. Temannya itu memberikan nasehat, “Jangan pernah korbankan integritas demi pertumbuhan”.
Sejak itu, kalimat tersebut menjadi mantra Ambit. Para independent sales consultants ini dibayar untuk setiap pelanggan yang didapatkan. Mereka juga diberi komisi besar. Tapi kepada mereka, Thompson menerapkan sistem yang keras. Siapa yang berbuat kesalahan dan mengecewakan pelanggan, bisa segera dikeluarkan dari perusahaan.
Sistem yang keras ini membuat Ambit menjadi perusahaan yang sangat memperhatikan kepuasan pelanggan. Hasilnya, ditopang dengan sistem pemrosesan data yang akuntabel, dengan cepat Ambit mengambil hati warga Texas. Reputasinya terbangun sebagai “an honest and respected place to work”. Tak heran, penjualannya pun melonjak dengan cepat. Ketika Thompson mendirikan Ambit di tahun 2006, perusahaan ini baru mencetak penjualan US$ 1 juta. Tahun 2007 mencapai US$ 44 juta, lalu US$ 197 juta (208), dan US$ 325 juta (2009).
Tahun ini, Thompson berharap penjualan Ambit akan lebih hebat dari masa sebelumnya. Tapi dia menyadari bahwa mengelola pertumbuhan yang sangat cepat seperti ini, hypergrowth, bukan perkara enteng. Toh dia sudah mewanti-wanti manajemen Ambit dan tenaga independent sales consultant-nya. Kepada mereka, dia selalu mengingatkan, “Our philosophy is don’t worry about the revenue and speed of growth — although we have grown fast — let’s just focus on doing everything right and doing things the right way. Don’t sacrifice integrity for growth. Growth isn’t just revenues — it’s personal advancement or any other activity or action in the business.”
(Filosofi kami adalah jangan khawatir tentang pendapatan dan kecepatan pertumbuhan. mari kita hanya berfokus pada melakukan segalanya dengan benar dan melakukan hal-hal integritas wayDon't pengorbanan yang tepat untuk pertumbuhan. Pertumbuhan bukanhanya pendapatan - itu kemajuan pribadi atau kegiatan lain atau tindakan dalam bisnis ".)